Meski namanya unik, teori ini ternyata penting untuk dipelajari karena merujuk fenomena yang tidak biasa dalam dunia investasi. Simak penjelasannya di sini.
Pengertian Greater Fool Theory
Greater Fool Theory, atau Teori Orang Bodoh yang Lebih Besar, adalah suatu konsep dalam dunia investasi yang menggambarkan situasi ketika seseorang membeli suatu aset dengan harapan bahwa di masa depan akan selalu ada "orang bodoh" lain yang bersedia membayar harga yang lebih tinggi.
Dalam konteks ini, seorang investor tidak membeli aset berdasarkan nilai intrinsik atau fundamentalnya, tetapi dengan asumsi bahwa akan ada pihak lain yang lebih "bodoh" untuk membeli aset tersebut dengan harga yang lebih tinggi.
Greater Fool Theory seringkali dikaitkan dengan situasi di pasar keuangan di mana harga suatu aset telah melonjak tinggi, sering kali melampaui nilai sebenarnya atau fundamentalnya. Meskipun dapat memberikan keuntungan kepada pemegang aset saat ini, konsep ini bersifat spekulatif dan dapat menjadi risiko tinggi.
Pencetus Greater Fool Theory
Teori "Greater Fool" atau "Greater Fool Theory" tidak secara eksplisit dikaitkan dengan satu pencetus tunggal, tetapi ide tersebut telah menjadi bagian dari sejarah pemikiran ekonomi dan keuangan.
Teori ini muncul dari keyakinan bahwa, dalam suatu pasar yang panas atau tren bullish yang kuat, para investor atau spekulan mungkin terdorong untuk terus membeli aset meskipun sudah mencapai valuasi yang tinggi.
Keyakinan ini didorong oleh harapan bahwa ada "orang bodoh" lain yang akan datang dan membeli aset tersebut dengan harga yang lebih tinggi.
Pada dasarnya, pemegang aset mengandalkan keyakinan bahwa harga aset akan terus naik karena akan selalu ada pembeli lain yang bersedia membayar lebih mahal.
Kondisi ini kemudian menciptakan lingkaran setan yakni harga yang terus naik bukan karena nilai sebenarnya dari aset tersebut, melainkan karena ekspektasi dan spekulasi pasar.
Fenomena Greater Fool Theory
Fenomena Greater Fool Theory seringkali terlihat dalam gelembung pasar atau tren spekulatif yang kuat.
Contohnya termasuk gelembung dot-com pada tahun 2000 di mana harga saham perusahaan teknologi melonjak tinggi, atau gelembung real estate pada tahun 2008 di mana harga properti melebihi nilai intrinsiknya.
Selama masa-masa ini, investor terkadang terbuai oleh kenaikan harga yang cepat dan lupa untuk mempertimbangkan fundamental atau valuasi sebenarnya dari aset tersebut.
Para investor tersebut mungkin percaya bahwa pasar akan terus naik, dan ada peluang untuk mendapatkan keuntungan dengan menjual aset kepada "orang bodoh" lain.
Meskipun Greater Fool Theory dapat menghasilkan keuntungan sementara bagi beberapa investor, namun ini juga berisiko tinggi.
Ketika tren bullish berakhir atau gelembung pasar pecah, mereka yang terjebak dalam logika ini dapat mengalami kerugian besar karena sulit menemukan "orang bodoh" berikutnya yang bersedia membayar harga yang lebih tinggi.
Penting untuk diingat bahwa investasi yang bijak melibatkan analisis fundamental dan penilaian nilai sebenarnya dari aset.
Mengandalkan spekulasi bahwa akan selalu ada "orang bodoh" berikutnya dapat menjadi strategi yang berisiko dan tidak berkelanjutan dalam jangka panjang.
Sebagai investor, penting untuk selalu melakukan riset menyeluruh, memahami valuasi aset, dan mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan yang hati-hati.
Baca Juga:
Kenali Spatial Web dan Penggunaannya dalam Dunia Usaha
Apa Itu Blockchain Transmission Protocol (BTP)?
DISCLAIMER: Artikel ini bersifat informasi dan bukan merupakan tawaran atau ajakan untuk menjual dan membeli aset kripto apapun. Perdagangan aset kripto merupakan aktivitas beresiko tinggi. Harga aset kripto bersifat fluktuatif, di mana harga dapat berubah secara signifikan dari waktu ke waktu dan Bittime tidak bertanggung jawab atas perubahan fluktuasi dari nilai tukar aset kripto.
Komentar
0 komentar
Harap masuk untuk memberikan komentar.